Gunung Andong, si Kecil nan Membahana

November 10, 2014

Tampak Gunung Merbabu dari Puncak Andong
Ini adalah sebuah cerita tentang persahabatan yang kembali terukir disepanjang memory perjalananku. Sebuah kisah yang mengalir begitu saja. Tiada mengenal, tiada membedakan dan tiada menakar diri masing-masing. Semua tercurah begitu saja. Untuk kesekian kalinya aku dipertemukan dengan orang-orang berjiwa hebat yang tanpa sebelumnya pernah bertatap muka sekalipun.
-----

Pendakian “gila” ini berawal dari ajakan salah seorang teman yang berdomisili di Negri Laskar Pelangi yang bernama Dinda. Gila … ya ,,, aku mengatakan ini pendakian gila karena ini adalah pendakian kilat yang pernah aku jalani. Rencana mendadak dan tanpa persiapan apapun ( jangan ditiru ya :D ) . Tadinya aku melirik si Gede or Pangrango untuk ditemui. Tetapi setelah tahu kuota 25-26 Oktober 2014 mbludak akhirnya rencana bergeser ke puncak lain di tanah Jawa. Merbabu. Puncak inilah yang menjadi tujuan di weekend Tahun Baru islam 1436H ini. Apalagi setelah mendapat lampu hijau dari Mas Zanwar, seorang teman putra Salatiga yang siap bersedia mengantarkan ke puncak 3145 mdpl itu. Tidak pikir panjang lagi perburuan transportasipun segera kulakukan untuk menuju Salatiga.

Salah satu sudut puncak Andong (lokasi makam)
Kota yang terletak di lereng Gunung Merbabu dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Semarang ini, dapat diakses dengan 2 moda transportasi; Kereta Api atau Bus dari Jakarta. Berhubung tidak sampai H-7 dari kesepakatan jadwal pendakian tentulah semua tiket Kereta Api tujuan Semarang (Tawang dan Poncol) full booked terutama untuk waktu diakhir pekan. Padahal Kereta Api adalah tranportasi mumpuni , Jakarta – Semarang dan kemudian dilanjutkan dengan Bus menuju Kota Salatiga. Tidak kehabisan akal, alih jalur tiket bus pun segera aku lakukan. Beraktivitas di BSD-Tangerang Selatan akhirnya Bus Laju Prima Tangerang-Solo pun menjadi tambatan hati untuk menuju Kota Salatiga. Dua tiket seharga @ Rp 155.000,- sudah ditangan dan siap mengantarkan aku dan Dinda menuju kota yang banyak dikelilingi oleh gunung-gunung indah di Jawa Tengah ini.
-----
Jum’at, 24 Oktober 2014 jam 16.00 perjalananpun dimulai. Esok hari aku segera bertemu dengan Merbabu dan sudah tidak sabar menunggu rasanya hati ini. Prediksi 12 jam perjalanan, jika tidak ada arau melintang shubuh Laju Prima sudah akan merapat di Terminal Tingkir Salatiga. Sepanjang perjalanan awal aku habiskan untuk bertukar pikiran dengan Dinda. Ya … ini adalah kali pertama kami bertatap muka. Selama ini interaksi antara kami hanya terjalin didumay (dunia maya). Walaupun begitu tidak ada kecanggungan sama sekali dalam pertemanan perdana ini. Lagi-lagi … inilah indahnya jiwa seorang pejalan kaki, dapat berinteraksi dan menyatu dengan lancar tanpa kendala yang berarti.

Tapak kaki aku dan teman-teman siap melangkah ke Andong
8.00 pm . Tanpa diduga hal yang sangat tidak diinginkan diperjalanpun ditemui, setelah sebelumnya bermacet ria disepanjang tol Jakarta . Ya .. faktor inilah kenapa aku selalu lebih mencintai transportasi massal itu. Jam segini bus baru sampai Karawang dan mengalami kerusakan perbaikan selama 2 jam. OMG … apalah daya . Hanya berusaha sabar dan mengambil hikmah disetiap musibah yang dilalui. Setidaknya 2 jam ini aku manfaatkan untuk merehatkan kaki dan menambah daya gadget yang hampir terkuras.

10.00 pm Lanjut perjalanan ………………….
12.00 pm Pamanukan……………………………
Sabtu, 07.00 pagi. Rest area sebelum memasuki Semarang , sarapan …………….
08.00 lanjut perjalanan …………………. Dan
11.00 . Oh God…. 19 jam itu tertorehkan jua untuk Jakarta-Salatiga. Macet, perbaikan jalan dan bus rusak. Itulah badai pertama yang menerpa. 

Terik Kota Salatiga menyambut kedatangan
Sesampai di Terminal Tingkir, transportasi berikutnya dilanjutkan dengan sebuah elf mini menuju RSU Salatiga. Disinilah teman-teman baru yang akan mengahantarkan jejak ke Puncak Merbabu. Sebuah Kios perlengkapan outdoor menjadi persinggahan pertamaku. Mengenal 3 kawan baru lagi. Aku pikir pendakian ini akan mempertemukanku jua dengan Mas Zanwar, si perencana awal . Tapi ternyata doi sedang ada tugas penting bertolak segera ke Jakarta dan “menitipkan” aku dan Dinda kepada 3 orang sahabatnya ; Ikul, Kencuz dan Yuha. Hhhmmm … sebuah pertanggungjawaban yang kuacungi jempol untuk Mas Zanwar, berita mendadak dengan pertimbangan kami akan menolak kedatangan jika diinfokan dari awal.
-----
Manusia berencana tapi Tuhan penentu segala kemungkinan .

Yeah …. Puncak itu ternyata bukan bernama Merbabu tapi menjadi sebuah nama yang sudah cukup familiar kudengar. Dia bernama Gunung Andong. Niat awal yang tadinya akan ke Merbabu, dikandaskan karena situasi, kondisi yang kurang mendukung apalagi keesokan harinya aku dan Dinda jam 4 sore sudah harus berada kembali di Tingkir demi bus kepulangan. Setelah diskusi alot, akhirnya langkah pendakian berbelok ke Gunung Andong. Merbabu bukan dibatalkan, hanya saja akan direalisasikan dilain waktu dengan perencanaan yang matang tentunya , terutama untuk transportasi dan waktu yang cukup supaya tidak kelelahan dalam setiap langkah. Oke,, aku ikhlas …. Merbabu akan kujamah dilain waktu.

Gunung Andong masih dalam pesonanya
Gunung yang diapik oleh jajaran pegunungan lainnya di Jawa Tengah ini memiliki pesona dan daya tarik tersendiri bagi setiap mata yang mencintai keindahan karikatur tangan Tuhan. Terletak di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang – Jawa Tengah , Gunung yang berketinggian 1.726 mdpl ini dapat dijangkau dari segala penjuru untuk menuju basecamp awal. Bertipe perisai dan belum pernah mengalami letusan menjadikan gunung yang dominan dengan vegetasi pepohonan pinus ini memiiki ciri khas tersendiri, apalagi dengan ketinggiannya yang tidak terlalu menantang sehingga dapat mudah didaki terutama untuk pendaki pemula.

“ Kita berangkat jam 3 , sunset dan besok pagi sunrise “ ucap Mas Ikul menyemangati putaran haluan kami.

Toh pendakian ini bukan hanya sekadar “gaya-gayaan” , yang penting adalah menikmati setiap tapak yang ditinggalkan dan kembali menoreh kebersamaan dengan kawan-kawan baru.
-----
Kulirik jam tangan, masih ada beberapa jam lagi menjelang jarum angka 3. Waktu yang tersisa aku manfaatkan untuk membasuh badan disalah satu sudut Kota Salatiga, rumah Mas Kencuz. Setelah itu sekilas aku mencoba bertegur sapa dengan udara Salatiga. Mengenal lebih dekat Pasar Raya untuk membeli logistic perbekalan pendakian, melintasi jalan utama, berputar di tugu dan memberi hormat pada patung Pangeran Diponegoro Serta menonton sekilas parade pawai kemeriahan penyambutan Tahun Baru Islam di Pancasila Alun-Alun Salatiga.

Patung Pangeran Diponegoro pelecut setiap semangat
Logistic ; Menu Sop, nugget, ikan, kerupuk dll sudah terbungkus rapi. Tenda, matras, kompor, nesting, gas dll sudah berhimpitan didalam carrier dan kami 5 laskar siap bertandang ke Puncak Andong.

16.30 … Mari berangkat … Eits, tidak lupa .. awal menggila pun dimulai dari sini. Narsis … abadikan kebersamaan terlebih dahulu . Aku bersyukur semua teman-teman yang aku temui kali ini adalah artis-artis . Artis narsis dan artis sadar camera. Haaa haa , walaupun ini adalah salam pertama kami, tapi kekompakan itu sudah mulai tampak dari sini. 

Menggila pertama di kios outdoor 
Tiga motor pun melaju menuju Magelang – Kopeng – Pasar Ngablak – belok kanan di gapura biru – Grabak – Lapangan sepakbola ngabak – ikuti petunjuk arah – SD Girirejo – Dusun Sawit.  STOP ... Ya …. Disinilah basecamp awal pendakian Gunung Andong. Rute ini juga dapat diakses dari Ungaran, Semarang, Boyolali, Solo dan sekitarnya.

Basecamp Pendakian Gunung Andong
Taruna Jayagiri
Rt 3 / Rw 5, Dusun Sawit, Desa Girirejo
Kec. Ngablak – kab. Magelang

17.30 … Selamat sore Gunung Andong. Puncak Andong seolah memanggil dari atas dan melirik kami para pendaki untuk segera berlari kearahnya.

Matahari petang itu sudah redup dan kembali keperaduan. Walaupun waktu keberangkatan meleset beberapa jam tapi aku tetap optimis , semoga sunrise esok hari tetap mau menampakkan pesonanya pada kami semua.

Tidak berlama-lama, setelah memarkir kendaraan dan melakukan registrasi seharga @ Rp 3.000,- pendakian di magrib ini akan kami mulai. Pada saat melakukan registrasi info dari petugas setempat jumlah pendaki yang sudah naik sampai dengan detik ini adalah 65 orang. Semoga ,,, tidak terlalu crowded dan masih mendapat lahan untuk mendirikan tenda di atas puncak. Hari-hari besar seperti 17 agustus atau pada saat weekend tertentu, Andong bahkan hampir kedatangan tamu mencapai ratusan pendaki.

Azan magrib berkumandang dengan merdu disebuah masjid dekat basecamp. Semilir angin petang sesekali menjalar mengibas wajah. Redup redam sang malam mulai menutupi pandangan. Yang tersisa hanya sebuah cahaya dari senter/headlamp dan tumpuan do’a semoga pendakian pendek ini berjalan dengan lancar, selamat dan kembali turun dengan sehat wal’afiat.

18.05 ... Lima pasang kaki anak manusia kembali meninggalkan jejak disetiap pijakan. 

Jepretan bersama dengan teman pendaki lain 
Track awal pendakian adalah melewati perkebunan warga kiri-kanan dengan kondisi jalanan beton. 5-10 menit berikutnya barulah sampai ketitik awal track Andong yang sesungguhnya. Tidak tanggung-tanggung , tanjakan segera menanti didepan.

Dengan ketinggian yang tidak sampai 2.000 mdpl, menuju puncak Andong hanya dibutuhkan waktu 1 – 2 jam pendakian tergantung dengan tenaga pada saat mulai naik. Jangan bayangkan dengan waktu singkat tersebut akan ditemui “bonus” / jalan landai karena track Andong 99% berbentuk tanjakan . Kanan tebing , kiri jurang dan jika berpapasan dengan pendaki yang hendak turun harus mengalah salah satu. Sebenarnya track Andong sangat cocok bagi pemula, tetapi tetap kewaspadaan dan kehati-hatian selalu menjadi perhatian utama . Tak elak selama pendakian terkadang aku sempat terboyong miring dengan beban dibelakang.

Aku, Mas Ikul dan Yuha sempat menjadi jawara pertama menuju atas sedangkan Dinda dan Mas Kencuz masih pelan dibelakang. Kami berlima mendaki “santai” menuju atas dalam kegelapan malam. Menikmati setiap tarikan napas dan sesekali memandang takjub ke arah bawah melihat semburan-semburan cahaya-cahaya di bawah sana. Dua “bintang” menemani pendakian malam ini. Bintang-bintang lampu cahaya pemukiman dibawah dan tentunya bintang-bintang dilangit yang selalu menyemangati.

45 menit berlalu .... puncak itu masih belum tampak. Pepohonan rimbun terus menyapa sepanjang pendakian . Ohh ... alangkah manisnya view ini, pemandangan elok di bawah dan rimbunnya pepohonan jika esok hari dapat kusaksikan dalam bantuan sang surya matahari.
Lewat jam 7 malam kami semua sampai dipertigaan puncak. Jika ambil kiri menuju sebuah makam. Katanya Mas Ikul dan kawan-kawan, makam tersebut sudah ada dari dari dulu. Mereka memberikan pilihan, dan tentunya aku memilih belok kanan menuju puncak untuk mendirikan tenda disana walaupun disebelah kiri masih sepi tenda-tenda pendaki yang berdiri disana.

Lukisan tangan Tuhan yang Maha Sempurna di Gunung Andong
Selamat malam Andong, terima kasih sambutan hangat di malam ini.
Hal pertama yang dilakukan tentunya mencari posisi eunak untuk mendirikan dua tenda. Angin malam tidak terlalu berhembus kencang memasuki rongga-rongga kulit. Tapi perut, sungguh sepertinya tidak bisa bersabar lagi untuk segera diisi. Lapar cooooiii ......

Kilat tenda terpasang, kompor-nesting-dan logistic segera diancang-ancang untuk sebuah hidangan makan malam. Cekatan tangan segera dimainkan untuk meracik menu istimewa nasi putih, sop wortel-brokoli-kentang, ikan goreng, nugeet dan tentunya kerupuk si pelamak makan.

Tiga tangan ahli aku, mas ikul dan mas kencuz siap mengolah semua menu menjadi santapan nikmat untuk malam pertama kami semua.
Duuuh ..... bintang-bintang dilangit, pemandangan kece dibawah seolah mengantar aroma sedap menu makan kami dimalam ini. Ditambah lagi dengan putaran musik dangdut dari tenda tetangga sebelah ... asoooi .. bak sedang menikmati hidangan kondangan. Kece-badai heee hee
Setelah mengisi stamina , niatnya saya ingin menikmati angin sekitar sembari menatap kerlap-kerlip cahaya dikejauhan . Namun segera saya urungkan karena demi menghemat stamina untuk keesokan hari.

Masih dengan Pesona Gunung Andong nan Menawan
Minggu, 26 Oktober 2014 . 04.30 pagi

Waktunya untuk segera bersiap menyapa sang surya dipagi hari. Tidur semalam sudah lumayan merehatkan badan. Dinginnya malam Andong baru berasa menjelang dini hari, jam 2 dan seterusnya di jam tersebut aku berebut selimut dengan Dinda. What ??? selimut .. ya selimut , karena kami tidak kebagian sleeping bag yang sudah dipesan abis oleh pendaki lain di kios outdoor Mas Ikul. Tak apalah, toh Andong tidak sedingin Ranu Kumbolo ataupun Dieng yang sejauh ini menjadi pemecah rekor dalam “ketahanan diriku” sepanjang tempat yang sudah pernah aku jajahi.

Deringan khas alarm Mas Kencuz lah yang membangunkan kami semua pagi ini. Berharap sambutan jingga itu segera merambah kawasan Andong dan sekitar.

Setelah menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim, aku segera berbaur dengan Dinda, Yuha dan Mas Kencuz mengabadikan setiap moment terindah di pagi ini. Sedangkan Mas Ikul masih memilih untuk terus merapatkan barisan didalam tenda dibawah selimut tidurnya.
Subhanaalllah ................... Terima kasih Tuhan ................ Keindahan sempurna itupun berhasil Kau persembahkan untuk kami semua di tanah ini.

Aku dan teman-teman berhasil disambut oleh goresan keemasan itu yang terbentang indah di belakang Merbabu dan Merapi. Gumpalan awan putih silih berputar menari-nari dipelupuk mata. Tuhan ,,, tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa kuasa dan besarnya ciptaan_Mu . Aku tak henti-henti berucap syukur atas pesona pagi ini.

SEMPURNA !!!

Satu puncak lagi nun jauh disana
Menikmati keindahan Gunung Andong dikelilingi awan putih dan puncak-puncak tinggi lainnya disekitar adalah karunia terindah untukku. Dapat kembali berucap syukur kepada Sang Pencipta atas segalanya dalam hidup ini. Merbabu, Merapi, Telemoyo, Sindoro, Sumbing, Ungaran dan Lawu, kalian seolah melambaikan tangan dari sana . Kelak kita akan bertemu ya. Sungguh spektakuler, Merbabu dan Merapi didepan mata, selangkah lagi menuju kesana. Itulah jajaran puncak-puncak yang dapat disaksikan dengan elok dari Puncak Andong. Tak ayal, akan pesona itu tentulah Andong menjadi lirikan baru bagi dunia pendakian terutama di puncak-puncak pulau Jawa.

Cukup lama saya dan teman-teman bermanja dengan Andong, tentunya lebih didominasi dengan jepretan sana-sini. Kami semua menggila. Menggila dan bernarsis ria bersama diketinggian ini.

Bersama sahabat keluarga baru
Angkat jari demi kebersamaan 
Niat awal yang turun lebih awal di jam 8 pagi akhirnya terlewatkan akan aksi narcisitus kami semua. Di jam tersebut kami baru memulai memasak menu istimewa kembali di pagi ini untuk hidangan sarapan pagi. Bedanya ada tambahan sajian pelengkap lidah, yaitu 2 bungkus mie goreng special ala Gunung Andong.

Makkknyuussss ...... setelah semua terlalap habis, dessert sudah menunggu yaitu mangga-mangga segar penambah selera di pagi ceria ini. Tenda-tenda tetangga sudah terlebih dahulu meninggalkan puncak, sedangkan kami berlima masih menikmati detik-detik yang tersisa di Puncak Andong sampai jam 09.45 

Yuhu,, menu istimewa kami di atas gunung
Cukup sudahlah dengan rasa lega dan syukur tak terhingga menikmati semua balutan keindahan Gunung Andong. Kecil-kecil membahana semua pesona. Saatnya kembali turun dan merehatkan badan karena jam 4 sore ini aku dan Dinda sudah musti kembali berada di Terminal Tingkir untuk kepulangan kembali ke “dunia nyata”.

Mengepak kembali isi tanggungan beban dibelakang carrier/ransel, dan tidak lupa membawa turun semua sampah yang telah dibawa kepuncak. 

Lagi bersama kawan-kawan baru di Puncak Andong
Matahari tampak sudah sepenggalah naik, tapi awan Andong sesekali masih tetap seolah diselimuti kabut. Hamparan warna-warni tenda sudah mulai sepi, hanya tersisa 2-3 tenda yang tetap bertahan dipanas yang cukup terik ini.

Bismilllah ... tapakan kaki turun kembali dimulai.

Ckckckck .... untuk turun kami lumayan dapat banyak memotong waktu . Tapi ,,,, narsisnya oiii ... 1 langkah turun , 3 langkah untuk berpoto . Haaa haa ... tidak ada ruang sedikitpun yang tidak berhasil masuk lensa camera. Narsis abis ...... Tapi disanalah rasa bangga tertorehkan olehku. Berkenalan dengan teman-teman baru tanpa ada rasa segan sedikitpun.

Aku bersyukur bisa menjadi seorang “pejalan”, karena disepanjang tujuan itulah aku dapat belajar banyak tentang hidup ini. Pelajaran yang tidak akan pernah aku dapatkan tanpa mengenal banyak hal dan banyak ciri pribadi. Aku bersyukur selalu diberi kesempatan untuk dapat menapaki kaki kemanapun yang aku inginkan. Mencari setiap tempat yang menyimpan keindahan mahakarya Sang Tuhan. Aku bersyukur diberi kesempatan untuk dapat mengenal banyak jiwa mulia yang berhamburan dijagat raya ini. Menjalin silaturahmi dan mengikat janji dalam kebersamaan. Aku masih ingin terus mencari sahabat-sahabat lain, berjabat tangan dengan mereka, tersenyum dan tertawa bersama. Seolah semua “beban” dibelakang, perlahan luntur dan sirna dengan canda tawa yang ditorehkan dalam setiap pertemuan.

Pepohonan pinus perancak pemandangan jalur Andong
View apik sepanjang perjalanan turun
11.15 ...... Lima pasang tapak kaki telah kembali ke basecamp Andong. Dan langsung mengarahkan laju motor kembali ke Salatiga.

12.00 ..... Kembali di Kios Outdoor depan RSU Salatiga

13.00 – 15.30 .....  bersih badan di rumah Mas Kencuz sembari menyantap hidangan kecil dan seteguk es teh.

15.30 ..... Menuju kembali ke Tingkir

15.45 – 17.20 ..... Terminal Tingkir Sala Tiga, menunggu Laju Prima yang tertunda keberangkatan dan mengabiskan waktu dengan berselfie riya.
-----
Itulah salah satu makna indahnya sebuah langkah kaki. Menapaki setiap sudut pelosok negri ini dan mengenal setiap “lorong-lorong” yang perlu dipelajari.
Terima kasih Tuhan atas indahnya hidup ini :) :) Terima kasih telah mempertemukan aku dengan sahabat dan keluarga baru. Mengantarkanku kembali disalah satu puncak di bumi pertiwi ini. 


You Might Also Like

0 Comments