Pendakian Gunung Cikuray Via Tapak Geurot

Oktober 01, 2020

 

Merah Putih berkibar di Puncak Cikuray

Bismillah…byuurrr…byuurrr…byuurrr… 3 gayung air berhasil mengalir di sekujur tubuh. Aku berusaha tetap tenang meresapinya dan pelan-pelan membasuh badan dengan sabun.

“Dingin gak, Wilda?” Tanya Ceu Arien dari luar yang sedang menjadi satpam di depan pintu.

“Ya iyalah, gila aja lo gak dingin,” sahutku cepat dengan intonasi naik 1 oktaf. Kemudian terdengar tawa renyahnya –yang mungkin sedang meledekku.

Entah mimpi apa, sejarah pertama kalinya dalam hidupku selama naik gunung, aku mandi di area camp. Iya, mandi. Bukan hanya sekadar lap-lap badan, tapi benar-benar mandi. Aliran air di Pos 3 ini memang sangat menggoda di sore menjelang senja itu. Sementara pendaki-pendaki lain sudah turun meninggalkan area camp, aku berinisiatif untuk mandi. Sungguh rasanya badan tidak nyaman. Mungkin juga ini adalah sebuah bentuk balas dendam.

Biasanya ketika pagi hari sampai basecamp, aku selalu bersih-bersih badan. Paling tidak, bersih-bersih area penting, gosok gigi, dan cuci muka. Tapi tidak kali ini. Basecamp Tapak Geurot tidak menyambut dengan limpahan air yang meruah –seperti kebanyakan basecamp lain. Untuk hanya sekadar buang air kecil saja kami harus berlari ke masjid. Dilalahnya air masjid juga tidak mengalir. Dam*. Musim kemarau, katanya, jadi air sering mati sama seperti subuh itu ketika kedatangan kami. Basecamp dan masjid tidak ada air sama sekali. Ritual pagi harus ditahan-tahan. Maka dari itu, ketika sampai di POS 3 dan melihat air melimpah ruah, jiwaku langsung meronta. Mandi, Wilda!

Area camp POS 3 yang cukup luas
Tenda tempat bermalam

        Perihal mandi di Pos 3 ini, tergolong aman, ya. Maksudnya adalah POS 3 Tapak Geurot ini mempunyai fasilitas yang cukup baik. Selain ada sebuah warung warga, tersedia juga kamar mandi, toilet dan musala. Jadi urusan MCK bisa dibilang jangan risau ketika ngecamp di sini.

Untuk area camp sendiri ada 2 yaitu POS 6 dan POS 3, namun sangat direkomendasikan sekali untuk ngecamp di POS 3 ini saja. Selain fasilitasnya yang lengkap, para pendaki pun bisa berhemat tenaga untuk kemudian keesokan harinya menuju puncak tanpa membawa beban berat, carrier. Tadinya aku dan tim malah berniat untuk ngecamp di POS 6 dengan alasan biar dekat dengan puncak dan bisa mengejar sunrise. Namun, karena pendakian kali ini judulnya adalah pendakian santuy, merubah rencana pun bukan hal mustahil. Selain itu aku dan tim sudah agak siang sampai di POS 3, sekitar jam 2-an. Tanya petugas yang jaga, jika memaksakan ngecamp di POS 6 akan risiko kemalaman di trek, dan lagi, yang harus jadi perhatian adalah keamanan dari bagas, yang cukup terkenal di Cikuray.

Magrib menjelang. Para kawanan pendaki sudah turun gunung. Yang tersisa hanya 2 tenda. 1 tendaku bersama tim dan 1 lagi tenda pendaki lain di bawah sebuah pohon. Warung pun juga sudah tutup. Biasanya si ibu buka warung sampai malam. Tapi mungkin karena ini hari Minggu dan hanya ada 2 tim pendaki yang ngecamp, beliau lebih memilih menutup warung lebih awal kemudian melanjutkan berkelakar bersama anak-anaknya. Hampir sepanjang malam aku mendengar cengkrama keluarga kecil ini. Bahkan aku dan teman-teman seperti memutar memori masa kecil. Tidur dengan penerang lampu togok, bercanda dengan ayah-ibu dan sanak famili.

          Ketenangan POS 3 malam ini benar-benar mendamaikan hati. Biasanya hampir setiap naik gunung selalu saja ribut oleh suara-suara pendaki lain. Entah itu yang baru sampai dan mendirikan tenda. Atau yang sedang masak-masak dan kegiatan lainnya. Namun kali ini, memang amat sangat berbeda. Tenang, sepi, dan sunyi.

          Selepas memasak dan makan malam, aku dan tim langung memutuskan menggelar sleeping bag. Tadinya ada rencana untuk menikmati bintang-bintang di langit sana. Apalagi cuaca sedang cerah-cerahnya dan suasanya sedang tenang-tenangnya. Tapi ternyata godaan kehangatan SB dalam kondisi perut kenyang lebih memperdaya.  

          Selamat malam, mari bermimpi indah menyambut pagi esok hari.

Senja menjelang di POS 3

        Masih ingat yang baru-baru ini viral tentang pedagang yang jualan di puncak Gunung Cikuray, ketika beberapa gunung di Pulau Jawa kembali dibuka pada masa adaptasi baru (new normal)? Yes, pedagang bakso tahu ikan (siomay) ini bernama Pak Yayat dan Pak Imat. Dua bapak-bapak paruh baya ini memanggul dandang panci jualannya ke puncak Gunung Cikuray. Tidak mudah memikul 2 besar tong penuh berisi makanan ini. Butuh waktu 12 jam untuk beliau berdua hingga sampai ke puncak 2821 mdpl. Dibalik kehebohan itu ada perjuangan besar mereka untuk menghidupi keluarga tercinta.

     “Biasanya saya jualan di Bandung, Mbak. Tapi kan lagi kondisi (covid-19) kayak gini, tutup. Terus tahu Cikuray ramai, yaudah saya ke sini. Daripada gak jualan, Mbak.” Tutur Pak Yayat ketika kutanya alasan beliau jauh-jauh jualan ke puncak Cikuray.

        “Kalau Bandung udah buka lagi, tetap mau jualan di sini, Pak?”

      “Gak ah, Mbak. Capek. Jualan di Bandung aja.” Jawab beliau dengan senyum mengembang di pipi.

     See, banyak banget loh di luaran sana orang-orang yang kena dampak langsung pandemi ini. Harus banting setir bahkan mungkin gulung tikar karena terbentur korona. Jadi tetap bersyukur, ya. Jangan menyerah. Pak Yayat dan Pak Imat aja masih terus berjuang, gak kasih kendor. So, kalau nanti Cikuray sudah buka lagi dan beliau masih jualan di puncak Cikuray, jangan lupa menyicipi sepiring suguhan siomaynya apalagi ditambah dengan secangkir susu jahe hangat. Masya Allah sekali nikmatnya. Dan juga harganya gak terlalu mahal, kok. Malah menurutku sangat murah sekali. Hanya 10 ribu rupiah per porsi. Pagi-pagi sarapan siomay di puncak Cikuray, kapan lagi ya, kan?

Bersama Pak Yayat dan Pak Imat. Sehat selalu Bapak2, lancar dan berkah rezekinya

        Pendakian Cikuray awal Agustus kemarin menurutku bukan sembarang asal pendakian. Pendakian yang penuh persiapan matang dan sungguh berbeda dari biasanya. Sebab, kita masih terus sama-sama berjuang di tengah pandemi yang belum berkesudahan ini. Walau sempat setelah deklarasi new normal mencuat, atau sekarang menjadi adaptasi kebiasaan baru, beberapa gunung juga kembali di buka. Aku bersama teman-teman menyikapi kondisi pendakian ini semaksimal mungkin dan masih terus berusaha yang terbaik agar kami sama-sama kembali dalam keadaan sehat walafiat lahir, batin. Lantas, apa saja yang aku siapkan bersama teman-teman ketika memutuskan untuk muncak ke Cikuray di masa adaptasi kebiasaan baru? Berikut mungkin teman-teman bisa menjadikan beberapa referensi di bawah ini:

Ø  Pendakian dengan tim kecil

Pendakian Cikuray kemarin timku hanya berjumlah 6 orang. Yang mana kami semua adalah teman-teman dekat dan sudah sering beberapa kali naik gunung. Pemilihan tim kecil ini pun bukan tanpa asalan, demi menghindari kerumunan banyak atau dalam rombongan besar.

Ø  Mendaki bukan di waktu akhir pekan

Ini menurutku sangat perlu diperhatikan sekali. Mengingat kalau mendaki di hari Sabtu-Minggu pasti akan membludak, dan physical distancing yang seharusnya bisa diterapkan kemungkinan akan sulit dilakukan. Pilihlah waktu yang tepat. Atau mungkin seperti pendakianku kemarin, pendakian Minggu-Senin. Orang-orang pada turun di hari Minggu, kami baru naik. Hasilnya, di Pos 3 tidak banyak tenda yang berdiri, di puncak pun tidak terlalu ramai.

Ø  Pastikan tim dalam kondisi sehat walafiat

Salah satu persyaratan mendaki Gunung Cikuray via Tapak Geurot adalah adanya Surat Keterangan Sehat. Bagiku ini juga perlu disiapkan dengan baik. Mengingat lagi-lagi kita masih berjuang menghadapi pandemi. Jadi mengetahui kesehatan teman sesama tim, sangatlah perlu. So, dipastikan kondisi badan fit, ya.

Ø  Membawa kendaraan sendiri

Menghindari transportasi publik juga menjadi salah satu sorotan penting bagiku untuk pendakian kali ini. Maka dari itu membawa kendaraan pribadi adalah solusinya. Setidaknya dengan menyewa mobil, sharing bensin, dan tol seperti yang aku dan tim lakukan. Semua tentu demi kenyamanan, keamanan, dan keselamatan semua.

Ø  Selalu terapkan ptokol kesehatan

Tentu saja membawa masker, handsanitizer, tumbler, peralatan makan dan ibadah sendiri adalah syarat mutlak sekali. So, jangan sampai tidak dipersiapkan dengan baik, ya.

Ngaso di rest area yang sepi ketika berangkat

        Jalur Tapak Geurot merupakan salah satu jalur pendakian Gunung Cikuray yang patut dicoba. Memang, mungkin yang lebih familiar adalah Jalur Pemancar yang konon katanya walau jalur tersebut panjang tapi masih bersahabat bagi para pendaki, terutama pemula. Namun, menurutku jalur Tapak Geurot tidak juga terlalu berat atau sadis. Dari Basecamp hingga POS 3 jalur didominasi perkebunan warga. Ladang tomat, cabai, kopi, wortel dll banyak menjamur disepajang trek. 

    Agak hati-hati ya membaca jalur, jangan sampai salah karena banyak persimpangan kebun. Kalau ragu bertanya saja pada petani ladang. Mereka semua baik, kok. Bahkan aku sempat ditawari tomat ketika melintas, mau ditolak dipaksa terus, ya sudah akhirnya lumayan buat perbelakan. Malu bertanya sesak di jalan itu, benar adanya, loh. Aku dan tim sempat nyasar, tapi Alhamdulillah ada petani yang memberitahu dan menuntun kembali ke jalan yang benar. Selanjutnya dari POS 3 hingga POS 6 dan puncak, jalur didominasi vegetasi hutan. Kalau kemarau lumayan berdebu, kalau musim hujan, siap-siap saja beselancar ria di jalur becek.

       Basecamp Tapak Geurot pun, dapat dicapai dengan mudah. Dan juga dengan kondisi jalan raya yang cukup bagus. Jadi jika membawa kendaraan sendiri, jangan khawatir, jalan aspalnya bagus dan cukup ramai perumahan warga. Hanya, kembali lagi, harus hati-hati dan jeli membaca map. Jangan juga terulang seperti kami yang tersesat di dini hari dan harus putar balik jauh. Patokannya adalah Alun-Alun Kijang.

Oya, ada 1 hal lagi yang perlu jadi perhatian di Jalur Tapak Geurot ini yaitu adanya larangan memakai atribut berwarna merah. Karena ada mitos tersendiri bagi masyarakat setempat perihal warna merah ini. So, patuhi, ya!

Penampakan trek di awal pendakian
Pemandangan segar-segar sepanjang trek
Warga yang sedang panen kentang

        “Tasnya saya bawain, Mbak. Mumpung ke atas, kosong motornya,” tawar seorang bapak petani setempat. Aku awalnya menolak, khawatir sungkan dan merepotkan. Tapi semakin ditolak si bapak semakin memaksa, katanya dia mau ke atas melihat kebunnya, sayang kalau motornya kosong. Ya sudah akhirnya ransel kami yang perempuan dibawakan sama bapak ini hingga ke POS 2.

Long story short, ternyata aku baru tahu ada jasa ojek yang bisa mengantarkan dari Basecamp hingga ke POS 3 area camp atau sebaliknya. Jasa ojek ini bebas, mau cuma angkut ransel saja boleh, atau sekalian sama orangnya juga bisa. Wah, aku jadi ingat Sumbing. Bahkan menurut cerita Kang Aceng -bapak yang memberi tumpangan tas kepada kami, sering kok mereka dapat orderan ojek hingga ke POS 3 dan sebaliknya. Atau ketika ada yang cidera, mereka di contact bc dan siap menjemput ke POS 3.

Memang di BC tidak ada tawaran ojek seperti di Sumbing, mungkin karena bersifat “sambilan” ya, karena sehari-hari bapak petani ini juga ke ladang, dan motor yang mereka pakai biasanya juga motor untuk membawa hasil panen turun yang bisa memuat sampai berton-ton beratnya. Tapi kalau mau mencoba kurasa tinggal bilang basecamp dan mereka akan menghubungi ojek yang stand by. Ya, hitung-hitung kalau mau naik Cikuray santuy, sampai POS 3 naik ojek, its okelah buat dicoba.

          Lanjut cerita, sampai di POS 2 ada rasa tidak enak kepada Pak Aceng, sudah mau membawakan ransel kami yang perempuan hingga ke POS 2 dengan sukarela. Akhirnya aku berinisiatif bernegosiasi agar Pak Aceng membawakan saja semua ransel kami hingga ke POS 3. Dengan alih-alih, mempersingkat waktu, karena katanya jalur dari POS 2 ke POS 3 cukup lumayan membuat dengkul tertatih-tatih. Dan aku merasa berat hati tidak memberi apa-apa pada beliau yang sudah mau membantu membawa ransel hingga POS 2 tanpa imbalan apa-apa. Ya biasa, naluri seorang wanita, merasa tidak enakan. Akhrinya aku membujuk teman-teman yang lain supaya sepakat, walau mufakat didapat dengan ledekan, ini naik gunung apaan sama ojek. Haha its okelah. Bahkan ketagihan, turun dari POS 3, ransel kami sampai duluan ke basecamp. Tentunya berkat ojek Cikuray Tapak Geurot. 


Ransel naik ojek

        POS 2 juga punya kesan tersendiri selama pendakian ini. Di POS ini terdapat warung dan sebidang gubuk kecil di pinggir sawah yang bisa juga dijadikan sebagai tempat solat. Amboi rasanya ketika datang waktu solat dan posisi di POS 2 ini, wudu berlimpah air dan solat ditemani sepoi-sepoi angin melambai. Eh di POS 2 ini juga ada drama kocak yang aku alami dan hingga sekarang tak akan terlupakan. Karena cuaca cukup panas dan berdebu sampai di POS 2 ngiler pengen minum es teh manis. Sebelum pesan tanyalah ke ibu penjaga warung,

“Bu, ada es teh manis?”

“Ada.”

“Pakai es?”

“Iya.”

Sip. Mantap. “Mau dua ya, Bu.” Aku dan Heri sudah girang duluan akan minum es teh manis yang diidam.

Ketika jadi, aku sontak kaget, bingung dan mengernyitkan dahi. Mana es nya? Yang ada cuma teh diseduh air biasa. Komplainlah, “Bu, mana es nya?”

“Itu kan udah dingin.” Sahut si Ibu santuy tanpa merasa berdosa.

Aku dan Heri kompak tertawa lepas. Zonk. Es teh manis, pake air dingin alami. Haha.

Gubuk kecil pinggir sawah di POS 2

        Cikuray hingga hari ini menjadi pendakian paling berkesan bagiku di tahun 2020 ini. Di tengah pandemi Alhamdulillah aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar alam. Menikmati ketenangan dan membuat cerita perjalanan. Banyak hal yang sangat berkesan tentang Cikuray. Apalagi ketika sampai di puncak, disambut dengan cuaca cerah nan membahana. Puncak gunung-gunung lainnya nampak gagah dari kejauhan. Papandayan, Gepang, dan banyak lainnya. Dan pemilihan rute Tapak Geurot pun adalah pilihan tepat untuk pendakian Cikuray kali ini. POS 3 juga adalah keputusan bijak dijadikan sebagai area camp. Walau harus dari jam 4 subuh memulai pendakian ke puncak, setidaknya punggung tak berbeban berat. Aku pribadi hanya bermodal, Jacket Akasaka Kwatentha Blue di badan, senter, sarung tangan dan cemilan yang di cantolkan pada Waistbag Arlo Green. Bismillah, Mendaki puncak dengan melenggang-lenggok walau tetap terseok-seok.

Stay keceh dengan outfit Akasaka
Puncak Cikuray yang cerah membahana 

       Jika ditanya estimasi pendakian, mungkin rujukan di bawah ini bisa membantu teman-teman. Tapi tetap diingat ya, speed setiap orang pasti berbeda-beda, begitu juga prioritas. Ada yang mungkin mau naik santai, ada juga yang ingin cepat sampai. Tinggal disesuaikan saja. Tapi tetap aku kasih gambaran nih Estimasi Waktu Pendakian Gunung Cikuray Via Tapak Geurot yang aku lakukan bersama teman-teman:

Basecamp – POS 1     09.15 – 10.00 45 menit

POS 1 – POS 2          10.10 – 11.40 1 jam 30 menit

Isoma di POS 2

POS 2 – POS 3          13.00 – 14.30 1 jam 30 menit       

Ngecap di POS 3 - Summit

POS 3 – POS 4          03.45 – 04.45 1 jam

POS 4 – POS 5          05.00 – 05.30 30 menit

POS 5 – POS 6          05.30 – 06.30 1 jam

POS 6 – Puncak         06.30 – 07.00 30 menit

Total pendakian ± 6-7 jam

Pos 1 yang ditandai dengan sebatang pohon

Jalur menuju puncak
POS 6 yang hanya memiliki lahan datar tak seberapa

Sip. Begitu ya, Manteman. Pendakian Gunung Cikuray via Tapak Geurot ini menurutku oke banget buat dicoba. Persiapkan semuanya secara maksimal. Pendakian di masa pandemi ini perlu ekstra berbagai hal. Per 25 Agustus 2020 kemarin jalur Tapak Geurot ditutup sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Jadi pastikan juga nih untuk tetap update. Atau bisa menghubungi langsung contact basecamp Cikuray Tapak Geurot dengan Kang Agung, 0822-1718-6353.

The last but not least, terima kasih Akasaka Outdoor untuk support pendakiannya. Teman-teman yang mau punya perlengkapan outdoor dengan kualitas tangguh luar biasa, bisa cek di website akasakaoutdoor.co.idHappy shopping.

Teruntuk Bang Abdee, Mas Hendry, Khair, Ceu Arien dan Heri. Skuy, muncak manja lagi. 

Tim Pendaki manjah dan santuy

Terima kasih Cikuray

Fore more pictures please check on my instagram account @wildahikmalia
Thanks for reading and happy watching the short video below :)


You Might Also Like

2 Comments

  1. Saya bukan pendaki gunung dan belum pernah mendaki gunung sekalipun dalam hidupku selama ini. Dengan membaca cerita, melihat foto dan videoanya perjalanan mba Wilda naik gunung, rasanya seperti ikut dalam perjalanan pendakian sebenarnya. Seandainya saja ada rejeki, waktu dan kekuatan fisik/mental, banyak yg ingin saya lakukan yaitu bikin aerial dan video photography dengan drone kesayanganku.

    BalasHapus
  2. Baca tulisan nya Wilda mengobati rasa kangen pendakian cikuray,pendakian pertama bareng "closed friends" nya Wilda ����

    BalasHapus