Prau Via Patak Banteng

September 24, 2018

Katanya Buat Pemula Tapi Ternyata ...

2.565 MDPL
Sebenarnya adalah puncak yang sudah lama aku idam-idamkan. Terletak di Kawasan Tinggi Dieng tentulah untuk mencapai gunung ini tak terlalu sulit. Bisa naik bus dari Jakarta menuju Wonosobo atau naik kereta api ke Stasiun Purwokerto lalu lanjut bus Purwokerto-Wonosobo-Dieng. Beberapa kali juga aku merencanakan untuk ke sini, tapi beberapa kali itu juga gagal. Waktunya yang tidak paslah, sudah ada agenda lainlah tapi yang lebih sering karena berbenturan dengan kerjaan yang seringnya datang dadakan. Beberapa teman dekat bahkan sudah sering naik-turun ke gunung ini, ada juga yang sudah bela-belain menulis namaku dan mention untuk ke sana. Sebelum lebaran tahun ini pun seorang teman lainnya juga mengajakkku untuk mendaki ke sana, lagi-lagi tak bisa. Tapi syukurlah akhirnya puncak ini dapat terealisasi juga di July 2018 ini.

Here is, my story about Gunung Prau, gunung yang katanya cocok untuk pendaki pemula.
Seorang teman SMP kembali mengajakku untuk mendaki gunung ini. Ini mungkin adalah pendakian kesekian kalinya baginya. Untung dia mengajak jauh-jauh hari, jadi aku dapat mengagendakan jadwal. Oke, kali ini tak boleh lewat lagi. Beberapa jadwal yang sama di tanggal tersebut langsung aku tolak, karena fixed kali ini aku harus berhasil sampai ke Puncak Prau.
Seperti biasa perjalanan dimulai malam Sabtu, yang artinya Jum’at selapas pulang kerja harus segera menuju meeting point. Kali ini meponya tergolong baru bagiku yaitu di RS Cawang Uki. Biasanya sih (jika lagi dinas TL, sering mepo di Semanggi ). Dari BSD aku memilih transportasi commuterline, ya as usual lebih efektif dan efisien. Tapi sayangnya kepadatan kereta sore itu tak dapat aku elakkan, terutama dari Stasiun Tanah Abang menuju Cawang. Aku harus merelakan kehilangan trekking pole bersejarah di atas kereta. Karena saking padatnya pas turun, aku menyeret ransel dan ternyata trekking pole terlepas dan baru tersadar ketika selesai sholat maghrib di stasiun. Sedihnya itu, trekking pole tersebut punya banyak kenangan menemaniku ke beberapa puncak yang sudah aku daki, Merbabu, Lawu, Gede diantaranya.
Pendakian ini adalah pendakian terbanyak yang pernah aku ikuti dan rata-rata dari peserta adalah member dari sebuah komunitas backpacker ternama. Okay, mari menambah relasi pertemanan.
Sekitar 22.00 meluncurlah mini bus membelah jalanan menuju Wonosobo-Dieng.
            Alhamdulillah perjalanan lancar jaya, meski sesekali macet ketika di Bekasi, Cikampek, tapi itu tak terlalu berarti bagiku. Setelah belajar fungsi Antimo ketika di Anambas, aku langsung menerapkannya. Ketika bus melaju, 1 pil antimo siap ditelan, selanjutnya kantuk tak tertahan menghampiri selama perjalanan. Tahu-tahu sudah Selamat Pagi Dieng.
Ah, aku rindu dingin ini. Rindu akan hijaunya perkebunan yang menghiasi desa tertinggi di Pulau Jawa ini. Rindu mendoan, rindu tegukan teh panas di suhu udara nan sejuk dan rindu gorengan. Dieng pernah menjadi saksi perkelanaanku selama 13 hari di Pulau Jawa di tahun 2014. Dan empat tahun setelahnya baru kembali aku dapat menjejakkan kaki di sini.
            Selamat pagi Dieng, apa kabarmu hari ini? Masih tetap sama seperti dulu?
∞∞∞
            Sampai di basecamp hal pertama yang dilakukan adalah mengisi perut, rehat sejenak dan bersiap-siap memulai pendakian setelah zuhur. Tepat jam 2 siang pendakian siap dilakukan. 30 orang beriringan menuju puncak yang diidam-idam.
            Pendakian Prau kali ini dilakukan via jalur Patak Banteng, jalur yang kebanyakan diambil oleh para pendaki dengan asumsi kelebihan jalur pendek dan tentu tidak memakan waktu. Terbukti memang pendakian kali ini dimulai pukul 2 siang dan sekitar pukul 5 sore sudah sampai puncak. Tergolong singkat jika dibandingkan naik dari jalur lain, begitu katanya. But, what I found is? Meski katanya Prau itu cocok buat pemula tapi ternyata naik dari Patak Banteng lumayan membuat dengkul beraksi, nafas ngos-ngosan dan debu pasir tanah serasa menumpuk di kerongkongan. Yap, jalur ini dari bawah sampai atas tiada bonus tanpa ampun, nanjak terus. Mulai dari tanjakan dari area rumah penduduk, sudah disuguhkan dengan jalur menanjak via tangga beton. Ya jelas-jelas langsung membuat penat terasa. Lalu berikutnya jalur tanjakan perkebunan yang sesekali dibutuhkan bantuan tali untuk mengangkat badan ke atas. Selanjutnya lagi, tanjakan terus tanpa ampun.
            Memang sih jalur ini yang tercepat katanya. Tapi cukup lumayan membuat dengkul bergetar karena tanjakan yang berketerusan sekaligus debu tanah. Tak bisa membayangkan jika kondisi cuaca hujan dan harus melalui trek ini. Betapa beceknya, licinnya dan perjuangan berat tentunya. Mungkin juga bakal sering tergelincir. Terlepas dari treknya yang menurutku agak lumayan karena nanjak terus, view yang ditawarkan memang luar biasa. Di bawah sana akan tampak hijaunya Dieng dengan garisan-garisan perkebunan yang miring. Telaga warna yang juga Nampak bak surga diantara di kelilingi perbukitan. Menawan memang. Suara lantunan ayat suci Al-qur’an dan panggilan Adzanpun masih terdengar sampai pos atas. 
Trek Patak Banteng
Lokasi ngecamp di puncak Prau juga luas. Tapi ya itu, luas-luas agak susah mencari tempat tersembunyi untuk hanya sekadar buang air kecil. Di mana-mana menjamur tenda. Di balik bukit, ada tenda, semak tersembunyipun juga ada tenda.
            Malam hari Alhamdulillah cuaca juga tak terlalu membuat tubuhku menggigil berat. Perbelakan penangkal dingin cukup banyak aku bawa. Mulai dari 2 lapis jacket, baju, sleeping bag serta blanket Alhamdulillah berhasil menangkal dinginnya Prau yang bisa mencapai -0˚
         Pagi hari menjelang, para pencari sunrise rela melepas SB dan beranjak ke luar dari tenda demi mencari cahaya matahari dan mengabadikan momen diri bersamanya. Agak disayangkan ternyata kabut lebih mendominasi. Tapi bagaimanapun cuaca pagi ini antusias para pendaki tetap tampak. Selalu pagi membawa semangat baru bagi siapapun apalagi bagi para pendaki yang sudah berada di puncak.

Selamat pagi Prau
Terima kasih atas keindahanmu
Terima kasih Tuhan memberikanku kesempatan lebih untuk selalu bersyukur.
Terima kasih teman-teman sependakian. 

 Let me say Thanks to all of friends in team :
Khair, my junior school friend who invited me to join this hiking
Ceu Arin, partner in every crime at school
My special team, Group 3 : Moms Henie yang keceh luar biasa, Oki, Rika and Murni
And new friends : Mak Ade, si kocak Dadang, Rian, Bang Roni, Apreel, Kak Veni yang tak kenal lelah membanyol selama pendakian and others (so sorry I can’t mention one by one)
See you guys di puncak gunung lainnya.

Prau, 14-15 July 2018
Group 3
Prau Squad 
More pic check on my Instagram accout @wildahikmalia

You Might Also Like

0 Comments