Buku Bertandang Ke Ranah Daeng

September 28, 2018


 Baby ke-2 yang akhirnya lahir ditengah kesibukan padat merayap

          Ini adalah kisah perjalanan delapan hari di ranah Sulawesi, tepatnya Sulawesi Selatan. Makassar adalah kota pertama yang aku datangi. Identik dengan es pisang ijo, pisang epe, coto Makassar membuat aku jatuh cinta akan ibukota Sulawesi Selatan ini.  Losari adalah icon yang digadang-gadangkan dengan Masjid Apung terkenal di sebelahnya.
          Lanjut, masih ada Tanah Toraja. Daerah yang sangat kental dengan kesakralan adat budayanya. Di mana mati itu lebih berbiaya besar daripada hidup. Begitulah keunikan yang melekat padanya. Tengkorak-tengkorak berceceran, peti mati bergelantungan dan pohon-pohon yang menjadi mistis. Semua berbaur dengan alam, nuansa misteri dan keindahan panoramanya.
          Rammang-Rammang dan Kampung Berua, yang berhasil menarik hati. Sebuah kampung yang berdiam di balik tingginya batu kars yang mengapit. Matahari sore yang turun, itik-itik yang disuruh segera masuk kandang, kerbau-kerbau yang membajak sawah, dan para kawanan sapi yang merumput di pinggir sungai sungguh pemandangan elok yang menyejukkan mata. Berua di mana hatiku tertambat dan membuatku ingin kembali lagi.
          Lalu, ada Bira. Pantai di ujung Sulawesi yang ternyata banyak menyimpan keindahan yang luar biasa. Pantai-pantai dengan pasir putihnya yang lembut. Bara, tetangganya Bira yang ternyata tak kalah luar biasanya. Satu lagi, pantai tersembunyi lainnya, Pussa Helu, yang mengingatkanku akan seseorang yang sudah hilang kontak sampai sekarang. Juga Appalarang penuh kenangan dengan DJ, si butet new travelmate.
          Tanah Beru, tempat di mana kapal gagah Phinisi dibangun. Bulukumbalah akarnya. Belajar lansung dari tangan-tangan ahli yang membuat kapal spektakuler dijual hingga mancam negara. Apa bahannya, bagaimana proses pembuatannya, negosiasi harga dan ritual apa saja yang dilakukan ketika kapal sudah jadi. Semua tertuang jelas di Bulukumba.
          Tak hanya itu, bagaimana pelik perjalananpun juga tertoreh di sini. Dibohongi oleh travel, jalan kaki menuju Losari, ikut malam takbiran dengan pawai mobil keliling. Tak satupun luput. Semua tertulis dengan jelas di buku kedua perjalananku kali ini.
       Bertandang Ke Ranah Daeng, lahir sebagai pedomanan perjalanan bagi siapa saja yang hendak menjelajah Sulawesi Selatan khusunya Makassar, Tana Toraja dan Bulukumba. Semua informasi ditulis lengkap di dalamnya. Mulai dari penginapan, transportasi, rute pete-pete dan nomor-nomor penting. Tak hanya itu, berbagai destinasi yang di datangi juga dikupas memberikan penjelasan kepada para pembaca.
          Syukur Alhamdulillah, meski jauh tertunda dari target yang sudah ditentukan dikarenakan mengejar buku lain yang lebih prioritas (skripsi), buku kedua inipun terbit di pertengahan tahun ini. Senang luar biasa pastinya. Masih sering tersenyum sendiri ketika melihat hasil karya akhirnya berada di tangan. Dulu, pernah bermimpi, “sebelum kepala 3 pengen nerbitin buku.” And you know what, sekarang Alhamdulilah sudah ada 2, and soon mudah-mudahan segera menjadi 3 sebelum 30. Aamiin yrb.
Semangat menulis dan berbagi. Untuk siapa saja yang punya mimpi, jangan pernah terlelap tidur lama, wake up, dan wujudkanlah. Yang kau dapat, adalah hasil dari hal yang sudah kau perjuangkan.

Wilda Hikmalia,
Semoga tetap istiqomah dalam menulis. 


You Might Also Like

0 Comments