Review Novel Anak Rantau

Maret 11, 2018


Saya mendapat info anak-anak Jurnalistik di sekolah mengundang Ahmad Fuadi dalam sesi acara tahunan mereka. Tahun lalu mereka berhasil mengundang Asma Nadia dan tahun sebelumnya lagi Habiburrahman El Shirazy. Sempat melewatkan Kang Abik, kali ini pun tampaknya saya akan melewatkan Uda Fuadi juga. Kegiatan tersebut berbenturan waktu dengan salah satu kegiatan Humas yang saya naungi. Ya sudah lah, wassalam. Apa boleh dibuat. Tapi ternyata takdir berkata lain. Kedatangan awal Ahmad Fuadi mempertemukan saya dengannya, untuk transit terlebih dahulu di ruang ibu Kepala Madrasah. Masya Allah, jantung sangat berdebar euy bertemu dengan urang awak yang saya kagumi ini. Ditambah lagi dia mengetahui kalau tugas akhir saya di kampus mengangkat novelnya Negeri 5 Menara dan versi translate Bahasa Inggris The Land of Five Towers. Dia berterima kasih atas itu dan meminta data lengkap skripsi tersebut. Benar ya, kita sebagai manusia hanya bisa berencana tapi Tuhan lah segala penentu dari rencana itu. Sebaik-baik perencana hanya Allah SWT.

Semoga bisa kecipratan ilmu nulisnya :D 
Back to the novel
Ini adalah salah satu target novel yang harus saya tuntaskan dalam waktu dekat. Mendengar info kalau Ahmad Fuadi merilis novel baru, saya langsung excited dan menargetkan melahap novel ini sesegera mungkin. Meski novel yang kali ini ternyata bukan diangkat dari kisah nyata perjalanan hidup penulisnya, saya tetap antusias ingin menjajaki alam imajinasi Fuadi. Trilogi novel fenomel sebelumnya; Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara sudah berhasil membuat saya takjub akan keberhasilan Fuad. Perjuangan dia untuk menurunkan egonya demi kehendak orang tua, membuat langkahnya mudah menuju impian yang jauh dari yang pernah dia bayangkan. Meski begitu, tetap kerja keras dan do’a lah yang sangat berperan penting didalamnya. Termasuk karir-karirnya yang gemilang serta pertemuannya dengan ibu dari anaknya yang dia ceritakan dengan apik di dalam trilogi novel sebelumnya. Berkaca dari trilogy tersebut, akhirnya saya memutuskan, oke Anak Rantau harus menjadi santapan berikutnya.

        Membaca judulnya tentu saja membuat orang macam saya (seorang perantau) sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh intisari dari novel ini. Cerita apa yang akan diangkat oleh Uda Fuad di Anak Rantau ini? Apa kisah perjuangan dia (lagi) tentang kehidupan seorang anak di tanah perantauan? Menginspirasi kami-kami inikah yang bertarung dan bertahan di tanah yang jauh dari kampung halaman? Awalnya aku berpikir seperti itulah kisah yang akan tertuang dalam Anak Rantau. Tapi, setelah membaca beberapa bab dan sampai pada klimaks Hepi ditinggalkan oleh ayahnya dengan koper yang berceceran di jalan raya, Uda Fuad berhasil membelokkan statement anak rantau dalam benakku. Menarik. 

       Jadi sesungguhnya, ini bukan kisah seorang anak rantau yang merantau di ibukota besar, malah sebaliknya. Namun demikian, Uda Fuad tetap membuat cerita berjalanan seperti scenario layar lebar. Apik. Penuturan dalam novel ini membuat saya seolah-olah sedang menonton film yang diputar di bioskop. Otak saya disuruh bekerja membayangkan sebuah film pada tiap-tiap bab dalam novel ini. Luar biasa.

        Dimulai dengan bab yang mendebarkan, cut, dan langsung ke story di awal kisah. Cuplikan klip yang biasanya hanya dapat disaksikan dalam film-film saja, tapi bang Fuad meletakkannya di novel ini dengan manis. Tentu gairah membaca saya semakin buncah dibuatnya. Lalu deretan-deretan keberanian Hepi bersama Zen dan Attar membuat saya makin penasaran akan kisah akhir setiap babnya. 

       Novel ini juga memberikan banyak pesan moral didalamnya. Bagaimana tipikal keras kepala dan emosional itu terkadang salah langkah dalam hal mendidik anak. Karakter Datuk yang melekat mengingatkan saya akan kisah kecil masa silam. Terkadang cara mendidik yang dianggap benar oleh orang tua (jaman dulu) tidak selamanya benar. Tidak harus begitu caranya.

       Oke, overall yang dapat saya tangkap dari Anak Rantau adalah betapa banyaknya pelajaran yang dapat dipetik di dalamnya. Bagaimana kehilangan itu membuat jiwa rapuh apalagi seumuran Hepi. Saya saja yang kala itu ditinggal ibu umur 8 tahun juga hampir hilang arah. Tapi sampai sekarang watak seperti Hepi tetap melekat dalam jiwa. Meski banyak luka dalam diri Hepi yang tak tersirat secara nyata, Uda Fuad berhasil membuat saya membayangkan menjadi diri seperti Hepi. Bertahan sendiri mengobati banyak luka. Berontak.

       Peran sejarah seperti biasanya juga tidak lepas dari novel ini. Sesekali dibumbui dengan pengetahuan yang layak diingat kembali meski sejarah kelam. Bagaimana penuturan bahasa minang juga dikemas sedemikian rupa didalamnya. Ah, jadi ingat masa kecil. Secara tidak langsung, lagi dan lagi Uda Fuad berhasil mengantarkan bahasa ibunya ke dunia luar untuk lebih dikenal banyak orang. Juga ilmu-ilmu bela diri, silat, jurus tapak leman. Tak urung, saya mempraktekkannya setiap detail ketika jurus-jurus kunci Hepi dituliskan. Setiap plot/alur sungguh apik, tidak diragukan lagi tentunya penulis kondang yang satu ini sudah lihai dalam hal itu.

       Tidak hanya itu, humor-humor kocak juga dibumbui di novel ini. Bagaimana saya tertawa lepas begitu saja ketika mengetahui asal muasal nama Hepi. Don’t worry be happy. Sering saya terlarut di dalam Anak Rantau. Tertawa geli tiba-tiba atau berdecak cckckcck pada bagian-bagian tertentu atau tiba-tiba merasakan dada sesak dalam kepedihan. Sudah lama rasanya saya tidak menyantap bacaan-bacaan seperti ini.

Quotes yang menenangkan jiwa pun lagi-lagi membuat saya takjub dalam Anak Rantau. Banyak kalimat-kalimat memukau yang ngena di dalamnya. Salah satu yang meresap dalam benak saya, “Resapkan ini : kita tak akan ditinggalkan Tuhan. Jangan takut sewaktu menjadi orang terbuang. Takutlah pada kita yang membuang waktu. Kita tidak dibuang, kita yang merasa dibuang. Kita tidak ditinggalkan, kita yang merasa ditinggalkan. Ini hanya soal bagaimana kita memberi terjemah pada nasib kita.”  

Bagi saya pribadi, pukulan telak dari novel ini adalah MEMAAFKAN. Karena sesunggunya apapun kemelut yang terjadi dalam hidup ini, bagaimana luka itu tetap bersarang, bagaimana benci itu terkadang menguasai, cukup MAAFKAN saja. Hati lapang, langkah ridho, Insya Allah segala sesuatunya dipermudah dengan keikhlasan memafkan. It’s too deep for me.

Sebagai ending, dengan drama yang tegang pada penggerebekan, Bongkar tidak ditemukan. Apakah akan ada Anak Rantau 2 ? Who knows ya.

For you guys, yang ingin bacaaan novel berkualitas, sila santap novel yang satu ini. Dijamin bakal banyak hal yang dapat dipelajari dalam Anak Rantau ini. You must read it!

Ibu Wilda. Yaaah, diantara kerumunan bocah-bocah yg memanggil ibu :D 

You Might Also Like

0 Comments