Kehilangan

November 06, 2017


Belakangan ini entah kenapa aku sering mendengar kabar duka yang mendadak. Tahun lalu kehilangan teman dekat secara tiba-tiba. Pagi dikabari masuk rumah sakit dan siangnya langsung menghadap Allah SWT. Sebelumnya juga mendapat kabar ibunda teman sepermainan dari kecil juga tiba-tiba koma, masuk rumah sakit dan meninggal. Sejak itu, seolah hatiku tidak siap menerima bahkan membayangkan sebuah kata kepergian dan terlebih lagi pergi tidak kembali, hilang.
Tahun ini pun, mulai dari teman kantor lama yang meninggal secara mendadak ketika akan makan siang. Turun dari mobil, pusing, istirahat di trotoar, rebah dan innalillahi. Masih melekat erat diingatan betapa dulu canda tawa kerja terjalin di antara kita. Ketika keisengannya pura-pura menelpon kantor dan tahu yang mengangkat aku dia akan menjelma seolah-olah menjadi fans.
“Ah, masa mbak Wilda ga ingat aku?” begitu candanya di seberang sana.
Ketika sudah tertebak itu adalah dia, dia akan cekikikan karena berhasil mengerjaiku. Kepergiannya sungguh mengejutkan, tiada sakit, tiba-tiba dan setelahnya hilang, yang tertinggal hanya nama.
Tepat minggu lalu, aku kembali mendengar kabar duka secara mendadak. Ayahanda salah seorang teman dekat kampus masuk rumah sakit.
“Do’ain ya , bokap masuk IGD dan koma,” begitu ujarnya di group WA hari selasa malam setelah maghrib.
“Astagfirullah, kenapa? Yang tabah ya. Semoga beliau cepat pulih.”
Selang beberapa menit dia membalas, “Sudah meninggal. Do’ain aku kuat ya.”
Teg. Tanganku langsung gemetaran dan kepala ku pusing seketika. Innalillahi, benarkah ini? Masa sih? Kok mendadak banget ya Allah? Banyak tanya yang bergelantugan di otak. Tapi, satu yang pasti. Ketiadaan dan kehilangan.
Aku bergegas beristigfar, menarik nafas dan menenangkan diri. Segera aku mengabari teman-teman yang lain dan meluncur menuju rumah duka. Ke sebuah rumah yang sedang dirundung kehilangan.
Belum seminggu kabar duka itu, kembali lagi sabtu kemaren aku mendapat berita, salah seorang teman kantor (aku memanggilnya dengan nama bapak, masuk rumah sakit karena stroke). Sabtu siang masuk rumah sakit dan minggu sore sudah menghadap Ilahi. Innalillahi. Benarkah? Apakah ini mimpi? Masa sih? Kembali bayang tanya-tanya menghantuiku. Jum’at kemaren sore masih sehat wal afiat, masih ikut rapat persiapan Pendis Expo. Bahkan malamnya masih mengantar isi ulang air ke rumah. Kok sekarang sudah meninggal? Baru kamis kemaren membantuku memperbaiki ventilasi kamar dan itupun belum tuntas. Masih banyak kenangan tentangnya yang melekat dibenakku. Kebaikan-kebaikannya, suara adzannya, nasehat-nasehatnya dan lelucon-leluconnya. Tapi itu semua 2 hari belakangan ini sudah menjadi kenangan. Secara tiba-tiba aku menghadapi kembali yang namanya kehilangan.
Ternyata di usia seperampat abad ini banyak hal baru yang baru aku ketahui tentang diriku. Ternyata kehilangan itu sangat menyesakkan dada. Seharusnya bukan begitu. Semua yang dimiliki tentu suatu saat akan kembali kepada-Nya toh? Kalau bukan mereka yang dulu, ya kita? Hilang, itu adalah hal yang sudah pasti. Harusnya aku siap akan hal itu. Ternyata tidak, semakin kuraba diri, ternyata baru kusadari. Astagfirullah, sekeras-kerasnya hati ini ternyata tetap lembek berhubungan dengan yang namanya kehilangan.
Ternyata baru kusadari aku begitu payah dalam menghadapai kehilangan. Astagfirullah. Aku tidak setegar teman yang baru kehilangan ayahnya. Betapa dia tegar menghadapai semua itu. Ternyata kuncinya, dia sudah menyiapkan diri untuk hal itu, “Prinsip hidup gue dari dulu tuh, ‘semua orang pasti bakalan pergi dan kita akan sendiri’,” begitu dia berucap, “Ya mau ga mau, harus siap.”
Pun masih dalam minggu ini, ketika curhat ke salah seorang teman tentang kehilangan dokumentasi video, dia berucap, “Ya begitulah mbak, kita harus siap dengan yang namanya kehilangan. Suatu saat, kalau bukan orang lain ya kita, yang akan menghilang dari mereka.”

Buatku pribadi, mengalami hal-hal mendadak seperti ini menjadi pembelajaran tersendiri. Come on Wilda, lebih tegarlah menjadi pribadi. Persiapkan diri. Mencintailah sekadarnya dan membencilah sewajarnya. Karena tidak ada yang tahu, suatu saat itu semua akan menjadi kenangan dan kehilangan akan menghampiri. Sudah jelas toh, semua yang bernyawa akan kembali kepada penciptanya. Perbaiki diri, ikhaskan semua karena Allah SWT dan kembali luruskan niat. Lillahita’ala.


You Might Also Like

0 Comments