Ilmu UBER

Agustus 04, 2016

Ini adalah kali pertama saya memakai jasa Uber-layanan transportasi online berbasis aplikasi yang berasal dari San Fransisco, Amerika Serikat. Awalnya saya menolak untuk didaftarkan oleh teman karena sudah ada dua aplikasi serupa di handphone, namun akhirnya terbujuk juga dengan imingan gratis promo 50.000,- apalagi memang kebutuhan juga mendukung.

Singkat cerita minggu pagi kemaren saya sudah duduk manis di sebelah sang driver yang siap mengantar saya dan tiga orang teman menuju Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara. Perjalanan awal dari BSD membuat saya sedikit jengkel, karena menunggu cukup lama dan si driver tidak komunikatif sama sekali. Itu adalah persepsi yang salah pada mulanya, apalagi setelah perbincangan panjang terjadi dengan sang driver yang berasal dari Jakarta ini.

Sebut saja namanya Mardi (nama disamarkan). Dia dulunya adalah seorang sopir angkot yang sudah harau-melintang di aspal jalanan ibukota Jakarta. Kesehariannya tidak pernah lepas dari polusi, teriakan mencari penumpang, kemacetan yang tiada berkesudahan dan teriknya matahari yang berpeluhkan keringat dibadan. Namun, “mimpi buruk” kehidupan itu tidak disangka-sangka sudah dia akhiri beberapa bulan belakangan ini dan bonus pun akan dia tuai dalam lima tahun ke depan dengan segala upaya keras yang sedang dia lakoni.

Kini, polusi ibu kota itu berganti ac dengan jendela mobil tertutup rapat, tidak ada tarik urat leher mencari penumpang, sekarang aplikasi canggih yang terdapat di handphone berbalut karet itu menjadi teman setianya dalam mencari nafkah, terik siang matahari yang menantang dapat dia nikmati dibawah kemudi mobil Avanza seri baru. Mimpi spektakuler itu mengubah drastis hidupnya.

Seperti biasa keingintahuanku menyeruak, ketika obrolan sudah dibuka berbagai pertanyaan pun akan mengalir deras dari mulut.

“Ini mobil owner saya mbak, bukan punya saya,” akunya ketika saya tanya lebih panjang.

Pak Mardi ini diajak oleh teman dekatnya untuk menjadi driver Uber beberapa bulan lalu. Tawaran yang datang padanya cukup menggiurkan. Dia difasilitasi satu unit kendaraan roda empat, aplikasi dan tinggal menunggu panggilan penumpang. Persyaratannya pun cukup mudah : KTP, SIM dan kunci mobil pun sudah ditangan. Perjanjiannya, setoran 250.000 setiap harinya, kontrak percobaan selama satu tahun, setelah evaluasi jika berkredibilitas akan lanjut empat tahun kedepan, nominal setoran naik dan dipenghujung kontrak berakhir dia sudah mempunyai hak penuh kepemilikan atas mobil itu. Menggiurkan bukan? Tidak pernah terbayang olehnya dalam beberapa tahun kedepan dia akan mempunyai sebuah mobil pribadi, tanpa DP dan tanpa persyaratan yang belibet minta maap.

“Jaminannya hanya kepercayaan mbak, karena teman yang bawa saya pasti mengenal dekat dengan saya pun kalau saya nanti bawa orang lagi untuk gabung,” jawabnya ketika aku tanya persyaratan yang hanya KTP dan SIM.

Yang juga menarik perhatian saya di sini adalah peluang usaha dari owner si bapak Mardi. Selain mempunyai lima mobil yang semuanya adalah mobil khusus buat Uber, sang owner pun juga merupakan seorang pekerja disalah satu perusahaan ternama di Jakarta. Uber, adalah bisnis sampingannya. Saya mencoba kali-kali kotor di otak, 250.000 x 5 mobil dalam sehari x 30 hari = nominal yang cukup besar dikurangi setoran mobil (jika masih cicilan). Sisanya masih tergolong lumayan untuk menambah asap dapur biar tetap ngebul.

Di sisi lain, saya melihat nilai peluang kerja yang ditawarkannya. Pak Mardi salah satu contohnya, tidak hanya semerta-merta setoran yang wajib setiap harinya namun pencapaian mobil yang sedang dia kendarai juga adalah motivasi utamanya.

“Pernah nombok ga pak?”
“Alhamdulillah selama ini belum pernah mbak, selalu dapat lebih di atas 250.”
“Paling tinggi kadang berapa?”
“Kadang sehari bisa dapat 800.”
“Muter-muter Jakarta donk ya?”        
“Jakarta, Bekasi, Bogor sampe Depok juga. Keliling-keliling lah.”
“Wooow.”

Bekerja tanpa beban, makin giat makin bertambah, makin semangat makin bergairah. Mungkin inilah motto yang diemban Pak Mardi.

Satu lagi, dalam jangka lima tahun itu si owner juga sudah bisa pastinya menambah armada baru untuk dia daftarkan ke Uber. Lima tahun lepas mobil, mobil lain masih ada sebagai sumber lain. Saya menanyakan juga ke Pak Mardi, tidak ada ke kalutankah dalam dirinya, jika dua atau tiga tahun kedepan perubahan teknologi memberi arus lain yang bertolak belakang dari yang sekarang. Dia dengan mantap menjawab, TIDAK. Dia yakin makin ke depan semuanya akan bergerak mengikuti perubahan dan aliran zaman yang akan menyesuaikan.

Obrolan kami berlanjut santai dibalik kemudi mobilnya, sampai-sampai tiga kali berputar di tempat yang sama pun dia tidak ngeh. Tujuan Muara Kamal, berputar-putar di Muara Karang. Meski demikian dia masih dengan santun memberi senyum kepada penumpangnya.
∞ ∞ ∞
Lain berangkat, lain juga cerita pulang. Kali ini driver Uber yang saya tumpangi adalah seorang bapak-bapak dengan perawakan kokoh dan obrolan yang tidak kalah menariknya. Dia adalah seorang pengusaha, memasok beras organik ke beberapa supermarket, restaurant di ibukota dan sekitarnya. Menjadi driver UBer adalah pekerjaan sampingan. Setelah selesai meeting di pagi hari, dia akan langsung mengaktifkan aplikasi dan siap mengantarkan tujuan para penumpangnya. Tidak lama lagipun dia juga akan berniat membuka sebuah perusahaan. Memiliki pengalaman bertahun-tahun dan jaringan relasi yang sudah di mana-mana membuatnya tidak ragu mengundurkan diri dari perusahaan yang sudah menggadangkan namanya, banting setir dan selalu mengambil peluang yang ada di depan matanya. Tidak ada kecanggungan baginya menjadi seorang driver Uber. Toh rejeki yang diperoleh halal, membahagiakan keluarga di rumah dan selagi ada kesempatan.

Semua hanya tentang keberanian melihat peluang, mengambil, dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

Semenjak transportasi online beredar, Uber adalah yang ketiga setelah Go-jek dan Grab-bike yang sudah tidak hitungan lagi saya gunakan dalam kemudahan sehari-hari menemani rutinitas. Setiap perjalanan terkadang tersisip juga pelajaran-pelajaran hidup seperti ini yang tentunya tidak akan pernah saya dapatkan di bangku sekolah, kuliah ataupun di dunia kerja. Pengaplikasian jejakan hidup ini hanya bisa dipelajari langsung dari para pelakunya.

Saya kembali banyak belajar dalam setiap goresan-goresan kisah yang saya lalui setiap detiknya. Bagaimana kedahsyatan teknologi memberikan pengaruh luar biasa terhadap perubahan zaman, menolong yang membutuhkan dan menciptakan sebuah peluang besar untuk orang-orang di luar sana. Begitulah gambaran terima kasih saya kepada para ahli yang sudah berjasa menciptakan aplikasi-aplikasi canggih semacam Uber ini. Pun kepada bosnya si Bapak Mardi, simbiosis mutualisme dapat saya tangkap di sini, menolong dan ditolong dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Dari sisi Pak Mardi, semangat kerja dapat saya teladani dari beliau, pelayanannya yang tetap sabar meski kami semua hampir kelelahan tersasar yang tiada berkesudahan. Dia masih tenang mengemudi dengan gaya sopir angkotnya yang belum hilang-sering ambil jalur kiri padahal mobil pribadi. Mampu melihat peluang dan tidak menyia-nyiakannya adalah ilmu yang saya dapat dari sang driver yang juga seorang pengusaha ini. Selagi ada kesempatan, why not?

Belajar memaknai hidup dari orang-orang yang ditemui “dijalanan”, memiliki sensasi tersendiri bagi saya. Bercermin pada mereka, mengambil nilai-nilai positifnya dan berusaha selalu menggali setiap potensi yang ada. Mulailah belajar dari sekitar, dari porsi yang kecil sampai pada akhirnya apapun itu akan menjadi tolak ukur diri, bahwa sesungguhnya “saya adalah orang yang beruntung”.    


BSD, 25 Juli 2016


Sukses selalu Pak, makin lancar rejekinya

You Might Also Like

0 Comments