Nge-Bandung ke Moko, Tebing Keraton dan Tangkuban Parahu

Juni 21, 2016

Gumpalan kabut pagi menyelimuti hutan Tebing Keraton
Ini sebenarnya adalah perjalanan tahun lalu yang belum sempat saya luapkan dalam baris tulisan sebagai kelak referensi ke depan untuk siapa saja yang bertanya atau bahkan ingin berkunjung ke sini. Tidak jauh-jauh petualangan bersama teman-teman kali ini masih main yang dekat-dekat saja, yaitu Bandung. Ah, cukuplah rasanya saya bersingkat kata saja untuk intro tentang Bandung. Intinya kota apik tetangganya Jakarta ini tidak pernah ada matinya untuk dikunjungi, didatangi ataupun ditandangi.

Kala itu Mei 2015, Tebing Keraton. Siapa sih yang tidak tahu ketika namanya disebut. Dia secepat kilat menjadi hits dikalangan pejalan kaki, boleh dibilang poto-poto yang bertebaran di dunia maya tentang Tebing Keraton adalah instagramable banget lah. Tidak salah lagi spot ini langsung naik daun dan wajib kunjung jika mengaku orang Jakarta atau yang berdomisili di Ibukota sekitar. 23 Mei 2015 datanglah ajakan Dinda untuk nge-Bandung.


Bersama Kak Ichi, Kak Eka, Bang Iwan dan satu orangnya lagi berangkatlah kami delapan orang anak manusia jam 20.00 menuju Bandung. Memang tidak langsung meluncur ke lokasi, tapi terlebih dahulu kami nongkrong cantik di Alun-Alun Bekasi sembari menjemput Kak Anie dan Kak Titin yang memang penghuni asli kota yang berjulukan Kota Patriot dan Kota Pejuang ini. Momen ini adalah kali pertama bagi saya merasakan malam minggu yang berbeda ditengah-tengah keramaian anak muda kota megapolitan Bekasi. Alun-alun kota yang dihiasi lampu-lampu dan berbagai jajanan kuliner memperancak malam ini di bawah sinar rembulan yang ikut menerangi. Masjid Agung Al-Barkah yang terletak persis di seberang jalan ikut menentramkan hati ditengah gemerlapnya nuansa sekitar. Senda gurau, silaturahmi dan teman-teman baru hiasan malamku dalam langkah kaki kali ini.

Masjid Agung Al-Barkah di seberang jalan ikut menentramkan hati
Setelah agak larut barulah laju roda empat dipacu kembali. Tentu berkendara ke Bandung baiknya memang menjelang dini hari, faktor utamanya adalah bebas macet dan jalanan cukup lancar. Spot pertama yang akan kami datangi adalah Bukit Moko. Melihat dan meresapi bintang-bintang, kerlap-kerlip malam hari kota Bandung.

Bukit Moko
Menuju puncak tertinggi di Bandung ini sangat membutuhkan perjuangan yang cukup berat dan kelihaian dalam menyetir. Tanjakan yang tiada berkesudahan dan kondisi jalanan rusak yang kurang mendukung membuat Bang Aldi sedikit kewalahan. Terkadang kami para penumpang disuruh turun terlebih dahulu karena tidak sanggup dibopong berbarengan oleh si hitam. Dengan ketinggian 1.500 mpdl lokasi yang terletak di desa Cimenyan ini sungguh menyambut kami dalam dinginnya di jam 3 pagi ini. Warung-warung dengan nuansa saung yang beroperasi 24 jam masih setia melayani para pengunjungnya yang ingin menghangatkan diri dengan secangkir kopi atau teh hangat dan tentunya dengan semangkok mie rebus yang mengepul-ngepul diantara telor ceplok yang terhidang ditengahnya. Keindahan sekitar cukup memanjakan mata, meski jacket harus dirapatkan karena suhunya yang bisa sampai 15 derajat celcius. Tidak banyak yang dapat kami lakukan di sini selain menikmati kota Bandung dari kejauhan yang diterangi lampu-lampu yang memberikan keindahan luar biasa.

Momen terbaik datanglah disaat senja ke Bukit Moko, selain masih bisa melihat pepohonan pinus yang menghiasi sekitar, matahari senja konon katanya tidak kalah menawan jika dinikmati dari puncak ini. Tentunya beranjak senja pemandangan nun jauh di sana juga akan menghiasi malam. Tapi tidak ada salahnya juga datang seperti kami di dini hari ini. Selain sepi pengunjung momen yang didapat juga berbeda dari pada pengunjung kebanyakan apalagi di malam minggu yang sudah dipadati muda-mudi mulai dari sore hari. So, segera masukkanlah Bukit Moko menjadi must visit ketika berencana liburan ke Bandung. 

Pagi bergidik menghampiri
Tebing Keraton
Tujuan pagi ini adalah mengejar matahari terbit di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Yaitu di atas sebuh tebing di Kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial. Tersebutlah dia bernama Tebing Keraton, inilah dia primadona kami dalam trip kali ini. Sekitar empat puluh menit beranjak dari Moko kami sudah sampai di pintu masuk Tebing Keraton. Istirahat sejenak, sholat subuh dan barulah memulai jalan kaki menuju spot utamanya. Dari parkiran terakhir kendaraan ada dua alternatif yang ditawarkan kepada wisatawan ; berjalan kaki atau menggunakan jasa ojek untuk mengantarkan sampai gerbang pintu masuk. Karena masih pagi dan ingin lebih dekat menikmati udara segar Bandung dan menyapa penduduk sekitar tentulah jalan kaki adalah pilihan yang kami tempuh. Berpapasan dengan warga, memberikan senyum adalah semangat pagi yang ingin aku tebarkan. Sekitar lima belas menit ngos-ngosan sampailah di pintu masuk kawasan objek.

Tebing yang terletak persis di atas Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini sedang sangat-sangat dikagumi oleh para pencari keindahan. Pemandangan apik hamparan hijau hutan luas di bawah sana menjadikan Tebing Keraton tidak henti-hentinya berkibar di dunia per travelingan. Belum lagi kabut-kabut tebal yang bersembunyi diantara hijau-hijau pepohonan yang baru bangun dari tidurnya. Matahari pelan-pelan juga mencogokkan wajah jingganya dari balik bukit. Duhai Tuhan, inilah nikmat-Mu pagi ini yang aku rasakan. Tidak berlebihan memang, Tebing Keraton mempunyai daya tarik tersendiri dalam menjamu setiap mata yang mendatanginya. Berbondong-bondong manusia menghampirinya, baik itu menikmati keindahannya dan pastinya mengabadikan momen spectakuler dari ketinggian tebing batu yang terdapat di lokasi ini. Sampai saat ini pun Tebing Keraton masih tetap setia menjadi destinasi tujuan orang berlibur ke Bandung. Meski beberapa kali juga objek ini ditutup demi keberlangsungan ekosistem yang  terdapat di dalamnya. 

Tetap diperhatikan keselamatan ya jika mau berpoto model begini
“Ya elah,udah ke mana-mana tapi ke Tangkuban Parahu aja elo belum, payah.”
Mungkin itulah ejekan yang selalu aku dengar ketika berujar belum sama sekali menginjakkan kaki di gunung yang berketinggian 2.084mpdl ini.

Tangkuban Parahu
Objek terakhir sebelum melangkahkan kaki kembali ke Jakarta adalah sebuah gunung yang tenar dengan kawahnya dan juga dengan history Legenda Sangkuriangnya yang merakyat. Gunung Tangkuban Parahu yang terletak di Cikole Lembang ini merupakan gunung api aktif namun banyak peminat terutama disaat weekend datang. Keindahan tersendiri di sini sangat menarik wisatawan untuk berkunjung, meski harus menempuh jarak 20 km kearah utara Kota Bandung. Begitu juga yang tampak di siang ini, luapan pengunjung sempat membuat kami kerepotan untuk memarkirkan kendaraan. Terik matahari siang meski sangarnya sangat ganas, tapi kesejukan masih bisa dirasakan. Selepas menunaikan ibadah sholat dzuhur saatnya menyusuri bibir kawah yang menjadi icon ternama di objek wisata yang satu ini. Sesekali tampak dikejauhan aktivitas kawah yang mengeluarkan uap panas. 

Kawah Gunung Tangkuban Parahu
Tangkuban Parahu merupakan spot terakhir petualangan saya kali ini bersama teman-teman. Namun, sebelum kembali menyisir jalanan tol Bandung-Jakarta, kami terlebih dahulu mampir mengisi perut makan siang di Rumah Makan Ma’Pinah. Nuansa lesehan sembari live music lumayan melepaskan dahaga dan mengenyangkan perut dengan menu Etong Bakar, Gurame Goreng, Cumi Bakar, Sop Buntut dan menu-menu handal lainnya. Eits, tidak ketinggalan di sini juga bisa berpartisipasi menyumbangkan suara emas, perak maupun perunggu. Dan aku pun memilih menyumbangkan dua lagu special untuk teman-teman sembari menemani makan siang ini ditengah kelelahan yang mendera. Belum puas juga BTC benar-benar menjadi persinggahan terakhir untuk mencuci mata. Selanjutnya, say googby to Bandung and welcome back Jakarta.


Nuansa lesehan santai di RM Ma’pinah
Rute perjalanan ini bisa menjadi referensi untuk Anda mengisi liburan akhir pekan. Memang Bandung tidak akan pernah terlepas dari yang namanya macet, namun jika disiasati dengan baik itu dapat dihindari. Kondisi tubuh yang sehat juga harus diperhatikan ketika memutuskan untuk jalan-jalan. Apalagi mengikuti itinerary yang saya sebutkan di atas, memang capeknya berasa tapi hasil yang didapatkan juga tidak kalah luar biasa.

Intinya always smart when you do traveling, keep smiling and enjoy it. 


Melancong ke mana lagi kita ?


You Might Also Like

1 Comments

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus