Pemeriksaan Kesehatan Catin (Calon Pengantin)

Mei 14, 2024

Beberapa hari yang lalu bongkar-bongkar berkas untuk melengkapi pengecekan kehamilan. Lalu, nemulah sertifikat ini:


Sertifikat yang kala itu diterima membuat aku dan suami sempat kompak tertawa kecil. Usai hampir seharian berada di Puskesmas alhamdulilah hasil yang keluar semua bagus dan baik-baik saja. Lalu, di akhir proses petugas puskesmas memberikan sertifikat ini kepada kami. SERTIFIKAT CATIN OKE.

 

Well, aku mau cerita sedikit seputar sertifikat ini. Mudah-mudahan secuil cerita perjalanan mempersiapkan pernikahan ini bisa membantu teman-teman yang juga sedang menyiapkan hari bahagianya. Amin.

 

Sebelum memutuskan untuk menikah, aku dan suami sepakat, untuk sama-sama memeriksakan kesehatan kami terlebih dahulu. Gunanya, agar kami sama-sama saling mengetahui kondisi kesehatan masing-masing begitu juga dengan riwayat kesehatan. Jadilah aku browsing sana-sini bagaimana sih sebenarnya pemeriksaan calon pengantin itu? Apa saja sih yang perlu diperiksa? Dan yang paling utama tentu, berapa biayanya? Beberapa RS swasta banyak yang menawarkan paket check up pranikah dan tentu saja dengan harga yang menurutku nominalnya bisa aku alihkan untuk keperluan lain. 

 

Opsi yang terpilih adalah pemeriksaan calon pengantin (catin) di Puskesmas. Ini juga bukan merupakan opsi terakhir, sih. Tapi lebih tepatnya direkomendasikan oleh KUA di mana aku mendaftarkan pernikahan karena aktif tanya-tanya info seputar persiapan pernikahan. Oh ya dan tentu saja biayanya jauh lebih murah dong. 

 

Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan catin ini menurutku penting sih. Karena pasangan catin akan dicek kondisi kesehatannya melalui cek lab. Kemudian konsultasi dengan dokter. Akan ditanya riwayat penyakit bahkan juga keluarga. Ditanya apakah akan menunda kehamilan atau tidak. Kalau tidak akan diberikan konsultasi untuk bisa mulai mempersiapkan kehamilan sejak dini (sebelum menikah). Aku amaze juga bahkan langsung dibekali obat. Untuk aku, diberikan obat kalsium, penambah darah dan asam folat. Sedangkan untuk suami diberikan vitamin. 

 

Aku baru tahu, pemeriksaan catin seperti ini dengan langsung diresepi obat sangat begitu berpengaruh. Ketika USG pertama kalinya dan mau diresepi obat oleh dokter obgyn, aku langsung bilang, stok obat-obatku waktu pemeriksaan catin dari Puskesmas masih ada. Dokternya langsung kaget dan bilang, “Wow, syukurlah ada pemeriksaan catin dan langsung dibekali obat kayak gini. Membantu sekali”. 

 

Gak tuntas di dokter saja, tapi setelahnya aku diarahkan untuk suntik Tetanus. Suntik TT ini ternyata juga perlu dipersiapkan untuk calon pengantin terutama si calon istri. Dikasih lembaran juga untuk pengingat suntik TT berikutnya. Bahkan di sini aku juga bisa berkonsultasi lama dengan bidannya bertanya seputar mempersiapkan diri sebagai pasangan suami-istri, ketika nanti menikah dan mempersiapkan mempunyai keturunan. Sangat puas, sih.

 

Kelar semua, mulai dari administrasi, lab, dokter hingga bidan barulah terbit Sertifikat Catin ini. Walau di sertifikatnya tertulis digunakan sebagai syarat pengantar nikah, tapi sejatinya aku sudah mendaftarkan pernikahan di KUA dan sudah tercatat. Jadi sertifikat ini ya sebagai kenang-kenangan saja sebagai bentuk step-step pernikahan yang aku persiapkan. 

 

Lega rasanya ketika sama-sama mengetahui aku dan suami alhamdulillah mempunyai kondisi yang baik-baik dan sehat-sehat saja. Tapi terlepas dari itu semua, kami masih bersepakat. Menikah di usia kepala 3, tentu banyak yang perlu kami jaga agar kesehatan masih terus bisa mengiringi hingga hari tua. Dimulai dari membenahi pola hidup. Tidur yang cukup, makan-makanan bergizi dan juga tentunya dengan berolah raga. Setelah menikah, beberapa hari dalam seminggu, selepas solat subuh kami menyempatkan diri olahraga jalan kaki pagi sekitar 30 menit saja. Sambil bercerita tentang hal-hal yang ringan diiringi kicauan burung dan udara pagi yang segar.

 

Entahlah, apa bisa dibilang ini bentuk ikhtiar atau bukan. Tapi apapun keputusan Tuhan terhadap hidup, sudah sewajarnya kita manusia berusaha maksimal, bukan? Lalu, sisanya biarkan Tuhan yang menentukan takdir terbaik untuk hambaNya. 

 

Semangat teman-teman yang masih terus berjuang dalam banyak hal untuk hidupnya. Namanya juga hidup. Tidak akan pernah berakhir soal perjuangan. Insyaallah hari baik itu akan datang di waktu yang tepat (love).

 

Tabik,

Wilda Hikmalia

You Might Also Like

0 Comments